YA`AHOWU mbanuagu!!
Bagaimanakah
asal usul suku nias?
inilah petanyaan yang acap kali membuat kita jadi bingung.
bagaimana gak bingung , orang dsekolah gak diajari(khususnya sekolah
dinias).
walaupun begiu kita seharusnya mengetahuinya
karna dalam kenyataanya
kita sendiri orang yang lahir,besar,dan hidup di nias dan merupakan wujud
kesadaran dalam hati yang paling terdalam kita miliki (alay buangetkan?)apabila
kita dapat mengetahuinya.
Jadi, saya yakin sekali yg sedang membaca blog
sederhana ini pasti Ono Niha yg mempunyai jiwa yang besar.hehehe.
lau tatohugo.
Suku Nias |
suku nias adalah sebuah kelompok masyarakat yang hidup di pulau nias tentunya. Masyarakat Nias ini merupakan masyarakat yang sangat terikat terhadap hukum adat yang sangat kental.
Hukum Adat(fodrako) dianggap sangatlah penting sehingga hukum ini menjadi pengatur tata disegala aspek kehidupan, baik dari kelahiran sampai kematian
masyarakat nias juga mengenal serta mencerminkan SISTEM KASTA(12 tingkatan) (tingkat atau derajat) dalam kehidupan bermasyarakat.
dimana, untuk mencapai tinkatan derajat yang tinggi seseorang harus mampu memenuhi syarat.yaitu:
- mengadakan pesta besar selama berhari-hari
- mengundang ribuan orang
- menyembelih ratusan ekor babi
(*coba bayangkan ,betapa luarbiasanya pesta tsb )
[didepan rumah yang mengadakan pesta biasanya diberdirikan sebuah batu besar (gowe) yang bentuknya unik berfungsi sebagai penanda]
BERDASARKAN mITOLOGI DARI MASYARAKAT:
Menurut masyarakat Nias,
dalam sebuah mitos, orang Nias berasal
dari sebuah pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora’a yang terletak disebuah
tempat yang bernama Tetehőli ana’a. Mitologi Nias
ini terdapat dalam hoho[2]. Dalam hoho diceritakan bahwa alam semesta beserta
segala isinya adalah ciptaan Lowalangi[3] (Untuk selanjutnya saya lebih suka
menggunakan istilah â€penciptaâ€)
dari beberapa warna udara yang ia aduk dengan tongkat yang bernama sihai[4]. Dewa pencipta
terlebih dahulu menciptakan pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora’a. Pohon
ini berbuah dua butir buah yang segera dierami oleh seekor laba-laba emas.
Kemudian lahirlah sepasang dewa pertama, yang dinamakan Tuhamora’aangi Tuhamoraana’a
berjenis kelamin laki-laki dan Burutiroangi Burutiraoana’a berjenis kelamin
perempuan.[5] Keturunan mereka inilah yang kemudia dikenal sebagai dewa Sirao Uwu Zihõnõ sebagai rajanya.
Mitos asal usul masyarakat Nias pun, dimulai sejak zaman raja
Sirao. Dewa ini memiliki tiga istri
yang masing-masing beranak tiga putra. Di antara kesembilan putranya ini timbul
pertengkaran yang sengit, yaitu mereka memperebutkan tahta Raja Sirao
ayah mereka. Melihat situasi ini, Sirao
mengadakan sayembara di antara putra-putranya. Intinya, siapapun yang mampu
mencabut tombak (toho) yang telah dipancangkan di lapangan depan istana itulah
yang berhak menggantikan-nya. Satu persatu putranya mulai dari yang tertua
datang mencoba mencabut tombak tersebut. Tapi tak satupun berhasil. Kemudian
anak yang paling bungsu yang bernama Luo Mĕwõna[6] (Lowalangi) datang
mencabutnya dan akhirnya berhasil.
Kakak-kakaknya yang kalah dalam sayembara tersebut
diasingkan dari Tetehõli ana’a, dan dibuang ke bumi, tepatnya di pulau Nias. Dari kedelapan putra Sirao yang dibuang ke dunia (Pulau Nias) hanya empat orang yang dapat sampai di
empat tempat di pulau Nias dengan
selamat dan akhirnya menjadi leluhur orang Nias.
Ke-empat orang lainnya mengalami kecelakaan. Baewadanõ Hia karena terlalu
berat, jatuh menembus bumi dan menjelma menjadi ular besar yang bernama Da’õ
Zanaya Tanõ sisagõrõ[7] (dialah yang menjadi alas/fondasi seluruh bumi).
Jika dia bergerak sedikit saja, maka bumi akan bergoncang dan terjadilah gempa
bumi. Agar dapat hidup, naga ini diberi makan oleh burung setiap hari.
Yang lain jatuh ke dalam air dan menjadi hantu
sungai, pujaan para nelayan. Dia sering disebut hadroli[8]. Ada yang terbawa
angin, dan akhirnya tersangkut di pohon dan menjelma menjadi hantu hutan,
pujaan para pemburu. Makluk ini sering disebut â€Belaâ€[9]. Ada juga yang jatuh di daerah Laraga yang kondisi
tanahnya penuh batu-batu (12 Km dari Gunung Sitoli) menjadi leluhur orang-orang
berilmu kebal.
0 komentar:
Posting Komentar