Senin, 23 Februari 2015

Asal - Usul Suku Nias

YA`AHOWU mbanuagu!!
Bagaimanakah asal usul suku nias?

inilah petanyaan yang acap kali membuat kita jadi bingung.
bagaimana gak bingung , orang dsekolah gak diajari(khususnya sekolah dinias).
walaupun begiu kita seharusnya mengetahuinya
karna dalam kenyataanya kita sendiri orang yang lahir,besar,dan hidup di nias dan merupakan wujud kesadaran dalam hati yang paling terdalam kita miliki (alay buangetkan?)apabila kita dapat mengetahuinya. 
Jadi, saya yakin sekali yg sedang membaca blog sederhana ini pasti Ono Niha yg mempunyai jiwa yang besar.hehehe.
lau tatohugo.

Suku Nias

suku nias adalah sebuah kelompok masyarakat yang hidup di pulau nias tentunya. Masyarakat Nias ini merupakan masyarakat yang sangat terikat terhadap hukum adat yang sangat kental.
Hukum Adat(fodrako) dianggap sangatlah penting sehingga hukum ini menjadi pengatur tata disegala aspek kehidupan, baik dari kelahiran sampai kematian
masyarakat nias juga mengenal serta mencerminkan SISTEM KASTA(12 tingkatan) (tingkat atau derajat) dalam kehidupan bermasyarakat.
dimana, untuk mencapai tinkatan derajat yang tinggi seseorang harus mampu memenuhi syarat.yaitu:

- mengadakan pesta besar selama berhari-hari
- mengundang ribuan orang
- menyembelih ratusan ekor babi
(*coba bayangkan ,betapa luarbiasanya pesta tsb )
[didepan rumah yang mengadakan pesta biasanya diberdirikan sebuah batu besar (gowe) yang bentuknya unik berfungsi sebagai penanda]


BERDASARKAN mITOLOGI DARI MASYARAKAT:


Menurut masyarakat Nias, dalam sebuah mitos, orang Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora’a yang terletak disebuah tempat yang bernama Tetehőli ana’a. Mitologi Nias ini terdapat dalam hoho[2]. Dalam hoho diceritakan bahwa alam semesta beserta segala isinya adalah ciptaan Lowalangi[3] (Untuk selanjutnya saya lebih suka menggunakan istilah ”pencipta”) dari beberapa warna udara yang ia aduk dengan tongkat yang bernama sihai[4]. Dewa pencipta terlebih dahulu menciptakan pohon kehidupan yang disebut Sigaru Tora’a. Pohon ini berbuah dua butir buah yang segera dierami oleh seekor laba-laba emas. Kemudian lahirlah sepasang dewa pertama, yang dinamakan Tuhamora’aangi Tuhamoraana’a berjenis kelamin laki-laki dan Burutiroangi Burutiraoana’a berjenis kelamin perempuan.[5] Keturunan mereka inilah yang kemudia dikenal sebagai dewa Sirao Uwu Zihõnõ sebagai rajanya.

Mitos asal usul masyarakat Nias pun, dimulai sejak zaman raja Sirao. Dewa ini memiliki tiga istri yang masing-masing beranak tiga putra. Di antara kesembilan putranya ini timbul pertengkaran yang sengit, yaitu mereka memperebutkan tahta Raja Sirao ayah mereka. Melihat situasi ini, Sirao mengadakan sayembara di antara putra-putranya. Intinya, siapapun yang mampu mencabut tombak (toho) yang telah dipancangkan di lapangan depan istana itulah yang berhak menggantikan-nya. Satu persatu putranya mulai dari yang tertua datang mencoba mencabut tombak tersebut. Tapi tak satupun berhasil. Kemudian anak yang paling bungsu yang bernama Luo Mĕwõna[6] (Lowalangi) datang mencabutnya dan akhirnya berhasil.

Kakak-kakaknya yang kalah dalam sayembara tersebut diasingkan dari Tetehõli ana’a, dan dibuang ke bumi, tepatnya di pulau Nias. Dari kedelapan putra Sirao yang dibuang ke dunia (Pulau Nias) hanya empat orang yang dapat sampai di empat tempat di pulau Nias dengan selamat dan akhirnya menjadi leluhur orang Nias. Ke-empat orang lainnya mengalami kecelakaan. Baewadanõ Hia karena terlalu berat, jatuh menembus bumi dan menjelma menjadi ular besar yang bernama Da’õ Zanaya Tanõ sisagõrõ[7] (dialah yang menjadi alas/fondasi seluruh bumi). Jika dia bergerak sedikit saja, maka bumi akan bergoncang dan terjadilah gempa bumi. Agar dapat hidup, naga ini diberi makan oleh burung setiap hari.

Yang lain jatuh ke dalam air dan menjadi hantu sungai, pujaan para nelayan. Dia sering disebut hadroli[8]. Ada yang terbawa angin, dan akhirnya tersangkut di pohon dan menjelma menjadi hantu hutan, pujaan para pemburu. Makluk ini sering disebut ”Bela”[9]. Ada juga yang jatuh di daerah Laraga yang kondisi tanahnya penuh batu-batu (12 Km dari Gunung Sitoli) menjadi leluhur orang-orang berilmu kebal.


0 komentar:

Posting Komentar